Temanku Sepedaku
Suatu
hari ketika umurku masih hitungan jari yaitu sekitar 6 tahun atau kelas 1 sd,
aku merupakan anak yang aktif atau bisa dibilang tidak mau diam. Sampai saat
ketika aku bermain aku sering
mendapatkan luka karena ulahku yang terlalu aktif sampai sampai aku terluka
karena terjatuh. Ketika aku bermain di sore hari tepatnya didepan rumahku, aku
melihat teman-temanku bermain sepeda. Aku pun mencoba meminjam sepeda milik
temanku. Namun bukannya lancar bersepeda, saat aku menungganginya pun aku
terjatuh sampai-sampai luka kakiku. Disitu aku di tertawakan habis-habisan oleh
teman-temanku. Aku malu dan aku pun menangis. Untungnya tempat aku terjatuh
tidak jauh dari rumahku, aku langsung lari kedalam rumah dengan rasa malu dan
sakit. Aku diobati oleh ibuku, disitu ibuku memarahiku dan berkata padaku “
Kamu yah macam-macam saja jadi anak!! Lain kali jangan ulangi lagi!!”. Aku
hanya tertunduk patuh kepada ibuku.
Besoknya,
aku berangkat sekolah. Sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah mungkin sekitar
200 meter dari rumah. Saat aku melangkahkan kaki keluar dari pagar,
teman-temanku mengejeku dengan mengendarai sepedanya masing-masing. “Hahaha,
yang nggak bisa pake sepeda kasian harus jalan”. Aku tidak meladeni mereka, aku
menahan emosiku. Sampailah aku di gerbang sekolah, banyak teman-temanku yang
masih bermain sepeda dihalaman sekolah karena memang halaman sekolahku memang
sangat luas mungkin sama dengan luas lapang sepakbola. Untuk menuju kelasku,
aku harus berjalan menyusuri luasnya halaman sekolahku yang amat luas. Saat aku
menyebrangi halaman sekolah yang sedikit penuh oleh teman-temanku yang masih
bermain sepeda sebelum bunyi bel masuk. Saat aku telah sampai di tengah-tengah
halaman, aku dikerumuni oleh teman-temanku yang mengendarai sepeda. Disitu aku
pun diledek oleh teman-teman yang mengendarai sepeda. Setelah saat aku baru
keluar pagar rumah aku diejek dan sekarang aku di sekolah masih juga diejek aku
mulai geram dan sudah susah mengendalikan emosi. Dari situ wajahku memerah dan
aku berteriak pada semua teman-temanku, “ Liat nanti ! aku akan jago bersepeda
!”. Lalu teman-temanku tertawa. “ Emang kamu bisa pake sepeda? “. Aku menjawab,
“ Liat nanti aku akan berlatih untuk bisa bersepeda! “.
Setelah
bel masuk teman-teman yang tadi bersepeda pun segera memarkirkan sepedanya
masing-masing di depan kelas. Saat Ibu guru datang, pandangan mata Ibu guru
tertarik pada diriku yang saat itu sedang tertunduk malu karena diejek oleh
teman-temanku. Ibu guru pun mendatangiku dan bertanya, “Kamu kenapa nak?”. “Aku
tidak apa-apa bu”. Aku menjawab. Lalu pada saat itu ada temanku yang bilang. “
Dia diejek oleh teman yang lain buu ! “. Dan Ibu guru pun segera mendatangiku
kembali. “Kamu berbohong? Segera ceritakan pada ibu apa yang terjadi pada
dirimu?”. Lalu aku menjelaskan pada Ibu guru apa yang terjadi pada diriku sejak
aku keluar dari rumah sampai aku tiba di halaman sekolah.
Bel
pulang sekolah pun tiba. Aku sangat senang karena bisa pulang dari kegiatan
sekolah. Saat aku diperjalanan menuju pulang ke rumah aku pun diejek lagi oleh
teman-teman sambil mengendarai sepeda mereka. Sungguh tidak ada habis-habisnya
mereka mengejeku. Apa sebenarnya yang mereka inginkan dengan mengejeku. Aku
berlari dan menjauh dari teman-teman yang mengejeku. Aku segera datang ke rumah
dengan cepat. Setelah tiba dirumah aku pun sejenak istirahat di teras depan
rumahku. Setelah sore tiba, aku melihat tetanggaku sekaligus saudara yaitu yang
bernama Gerry dan Gita. Mereka adalah kakak adik, hanya terpaut setahun antara
Gerry dan Gita. Gerry yang tidak lain adalah kakak dari Gita umurnya terpaut 4
tahun denganku. Aku memanggilnya a Gerry. Pada saat itu a Gerry dan teh Gita
sedang mempersiapkan sepeda yang mereka miliki. Saat itu teh Gita memanggilku
dan mengajaku bersepeda. Saat itu aku menjawab,” Teh, aku tidak bisa
mengendarai sepeda!”. Teh Gita berkata, “ Udah nanti kita ajarin deh! “. “ Masa
sih teh? Boleh deh!”. Disitu aku sangat semangat dan sangat ingin belajar
bersepeda. Sungguh tidak terpikirkan sebelumnya oleh benakku untuk belajar
bersepeda dengan mereka. Aku pun minta ijin terlebih dahulu kepada Ibuku yang
pada saat itu sedang menyirami tanaman di halaman rumah. Ibuku pun mengijinkan
aku untuk belajar bersepeda dengan a Gerry dan teh Gita.
Tahapan
pertama aku belajar bersepeda adalah belajar menjaga keseimbangan dengan
meluncur. Cara aku meluncur pada saat itu adalah dengan didorong oleh a Gerry.
Saat itu aku terjatuh bekali-kali. Aku tidak putus asa, aku terus berusaha
supaya aku bisa. Setelah beberapa kali aku meluncur dengan didorong dan hasilnya
aku bisa. Lalu tahapan selanjutnya adalah mengayuh sepeda. Memang sangat susah
untuk awal-awal. Apalagi aku yang baru mencoba belajar. Untuk awal aku belajar
bersepeda aku belum mendapatkan apa-apa. Bahkan aku beberapa kali terjatuh
karena berusaha untuk menyeimbangkan keadaan ketika meluncur. Beberapa luka di
lutut pun tak terlewatkan. Aku diobati oleh teh Gita dengan menggunakan betadin
dan sedikit balutan perban. Memang tidak mudah untuk belajar mengendarai
sepeda. Aku yakin aku bisa dan aku tidak menyerah.
Keesokan
harinya adalah hari minggu. Aku pun bangun pagi-pagi. Ibu dan Ayahku sangat
heran dan bertanya-tanya mengapa aku bangun sangat pagi. Dari situ Ibuku
mengerti dan sudah tau aktivitas apa yang akan aku jalani. Lalu aku keluar
rumah dan segera mengetuk pintu rumah a Gerry dan teh Gita. Ternyata mereka
masih tertidur pulas, mereka pun dibangunkan oleh Ibunya yang tidak lain adalah
Bibiku. Mereka pun segera ke kamar mandi namun tidak untuk mandi tapi untuk
membasuh wajahnya yang terlihat seperti bangun tidur. Lalu aku pun dengan
semangat membawa sepeda milik a Gerry keluardari rumah a Gerry. Memang, saat
itu aku belum memiliki sepeda sendiri. Untuk belajar bersepeda aku masih
menggunakan sepeda milik a Gerry. Saat aku memulai latihan untuk bersepeda ada
beberapa teman-temanku lewat dengan menggunakan sepeda, mereka adalah
teman-temanku saat disekolah mengejeku. Mereka terperangah saat melihat aku
sedang belajar bersepeda. Mungkin mereka tidak menyangka aku akan segera bisa
untuk menunggangi sepeda. Aku pun segera memulai latihan pada saat itu dan
sungguh menggembirakan karena ada kemajuan pada diriku. Dimana aku lebih bisa
menyeimbangkan pada saat bersepeda